Perubahan iklim menambah sengsara warga miskin kota di luar Jawa

Muham­mad Rifqi Damm, Cindy Rianti Pri­a­di, Inaya Rakhmani, Muham­mad Irvan
Link : https://theconversation.com/perubahan-iklim-menambah-sengsara-warga-miskin-kota-di-luar-jawa-215267
PDF: Down­load

Dampak Cuaca Ekstrem terhadap Masyarakat Miskin di Kota-Kota Indonesia

Peruba­han iklim telah memicu pen­ingkatan keja­di­an cua­ca ekstrem di selu­ruh dunia, ter­ma­suk di Indone­sia. Ban­jir, kek­eringan, dan gelom­bang panas kini men­ja­di anca­man yang semakin ser­ing ter­ja­di dan memen­garuhi kehidu­pan jutaan orang. Perten­ga­han tahun 2023, dunia diwar­nai berba­gai ben­cana hidrom­e­te­o­rolo­gi: ban­jir ban­dang meren­dam jalanan dan memak­sa jutaan orang men­gungsi di Ameri­ka Serikat, Korea Sela­tan, Pak­istan, dan Tur­ki. Di Asia, peri­ode mon­sun menelan lebih dari ser­a­tus kor­ban jiwa, ter­ma­suk 22 orang di India utara aki­bat ban­jir mematikan. Indone­sia pun tidak luput dari anca­man ini. Ban­jir besar di Kali­man­tan Ten­gah pada April 2023 berdampak pada 16 ribu jiwa, semen­tara kema­rau pan­jang di Bima, Nusa Teng­gara Barat, mem­per­bu­ruk kri­sis air bersih bagi war­ganya.

Penelit­ian ini dilakukan untuk mema­ha­mi dampak cua­ca ekstrem ter­hadap kawasan perko­taan, khusus­nya masyarakat miskin yang bera­da di garis depan risiko ben­cana. Stu­di dilakukan di tiga kota rawan ban­jir: Pon­tianak di Kali­man­tan Barat, Bima di Nusa Teng­gara Barat, dan Man­a­do di Sulawe­si Utara. Melalui obser­vasi lapan­gan, wawan­cara men­dalam den­gan 57 nara­sum­ber yang men­cakup pemer­in­tah, tokoh masyarakat, aktivis organ­isasi sip­il, dan pelaku usa­ha, ser­ta anal­i­sis doku­men, penelit­ian ini men­e­mukan bah­wa masalah ban­jir, kek­eringan, dan kelangkaan air di kota-kota terse­but san­gat erat kai­tan­nya den­gan ketim­pan­gan pem­ban­gu­nan.

Hasil penelit­ian menun­jukkan bah­wa cua­ca ekstrem berdampak pada semua lapisan masyarakat, namun war­ga miskin di perko­taan men­ja­di kelom­pok yang pal­ing ter­dampak. Mere­ka umum­nya ting­gal di kawasan yang pal­ing rawan ban­jir, padat pen­duduk, dan min­im fasil­i­tas air bersih. Akses ter­hadap jaringan PDAM ser­ingkali tidak mere­ka mili­ki, meskipun letak per­muki­man cukup dekat den­gan jalur dis­tribusi air. Aki­bat­nya, mere­ka harus men­cari cara berta­han sendiri, seper­ti meng­gu­nakan sumur gali, mem­om­pa air tanah, menam­pung air hujan, dan mem­bu­at tan­don air. Saat ban­jir datang, mere­ka memindahkan barang-barang ke tem­pat ting­gi, meman­tau ket­ing­gian air di par­it atau sun­gai, ser­ta meman­faatkan media dig­i­tal untuk berba­gi infor­masi daru­rat. Sayangnya, upaya ini bersi­fat reak­tif dan belum menyen­tuh akar per­soalan.

Di sisi lain, pem­ban­gu­nan kota yang pesat jus­tru memicu ketim­pan­gan baru. Kawasan pusat kota berkem­bang men­ja­di zona ekono­mi dan peruma­han mewah, lengkap den­gan fasil­i­tas mod­ern, namun men­dorong har­ga tanah dan biaya hidup melam­bung ting­gi, sehing­ga tidak ter­jangkau oleh masyarakat miskin. Semen­tara itu, peruba­han tata guna lahan di wilayah sek­i­tar kota, seper­ti alih fungsi hutan men­ja­di lahan per­tan­ian, meng­gang­gu kese­im­ban­gan sik­lus air. Keti­ka hujan deras datang, risiko ban­jir meningkat; saat kema­rau, keterse­di­aan air bersih men­ja­di lang­ka.

Penelit­ian ini merekomen­dasikan beber­a­pa langkah untuk men­gatasi masalah ini. Per­ta­ma, pen­gelo­laan air harus diran­cang agar meningkatkan ketang­guhan masyarakat, ter­ma­suk menghubungkan kem­bali war­ga den­gan eko­sis­tem air seper­ti sun­gai. Ked­ua, risiko peruba­han iklim per­lu dima­sukkan dalam kebi­jakan dan peren­canaan layanan air, ser­ta pen­danaan yang berke­lan­ju­tan untuk pence­ga­han ben­cana. Keti­ga, pem­ban­gu­nan infra­struk­tur harus adap­tif, dap­at diper­barui, dan meli­batkan par­tisi­pasi war­ga sejak tahap peren­canaan.

Kes­im­pu­lan­nya, cua­ca ekstrem aki­bat peruba­han iklim adalah anca­man nya­ta yang mem­per­parah ketim­pan­gan di perko­taan. Tan­pa upaya serius yang pre­ven­tif, inklusif, dan ter­in­te­grasi dalam pen­gelo­laan air, masyarakat miskin akan terus men­ja­di kelom­pok yang pal­ing rentan ter­hadap dampak ben­cana di masa depan.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *