Dual Pathway To Wellbeing
Hai semuanya! Saya kembali lagi dengan ringkasan menarik dari penelitian terbaru kami tentang hubungan antara kesejahteraan dan ketahanan. Penelitian ini, yang diterbitkan di Humanities and Social Sciences Communications, menyelidiki bagaimana kesejahteraan relasional — yaitu, bagaimana kita merasakan hubungan kita dengan keluarga, komunitas, dan lingkungan kita — berpengaruh pada ketahanan individu, terutama di tengah kesulitan hidup. Lebih spesifiknya, kami fokus pada penduduk pemukiman kumuh di Indonesia, yang sering menghadapi tantangan lingkungan dan sosial yang signifikan.
Penelitian ini unik karena melihat hubungan antara kesejahteraan dan ketahanan melalui lensa hubungan sosial. Kami tidak hanya melihat bagaimana individu mengatasi kesulitan, tetapi juga bagaimana dukungan dari keluarga dan komunitas mereka membantu mereka dalam proses tersebut. Ini berbeda dari banyak penelitian sebelumnya yang lebih fokus pada faktor-faktor individu semata.
Memahami Kesejahteraan Relasional dan Ketahanan Individu
Sebelum kita membahas detail penelitian, mari kita definisikan istilah kunci. Kesejahteraan relasional, seperti yang dikonseptualisasikan oleh White [2010], meliputi tiga dimensi utama:
1. Subjektif: Bagaimana individu menilai diri mereka sendiri, keyakinan mereka (termasuk keagamaan), dan konsep diri mereka.
2. Material: Bagaimana individu menilai keadaan ekonomi mereka, kepuasan terhadap pendapatan, dan akses terhadap sumber daya material.
3. Relasional/Sosial: Bagaimana individu menilai hubungan mereka dengan keluarga, komunitas, dan lingkungan sekitar, termasuk rasa aman dan persaingan.
Ketahanan individu, seperti yang dijelaskan oleh Benard [1999, 2004], adalah kemampuan seseorang untuk mengatasi kesulitan dan beradaptasi dengan tantangan hidup. Ini bukan hanya tentang bertahan, tetapi juga tentang berkembang dan pulih dari kemunduran.
Metode Penelitian: Menjelajahi Hubungan Kompleks
Untuk menyelidiki hubungan antara kesejahteraan relasional dan ketahanan individu, kami melakukan studi di tiga kota di Indonesia yang rentan terhadap banjir: Bima, Manado, dan Pontianak. Kami memilih lokasi-lokasi ini karena pemukiman kumuh di kota-kota tersebut seringkali menghadapi risiko banjir yang tinggi dan akses terbatas terhadap infrastruktur dasar.
Kami menggunakan metode random walk untuk memilih sampel penduduk dewasa (usia 18 tahun ke atas) yang telah tinggal di daerah tersebut minimal lima tahun. Metode ini dipilih karena keterbatasan data registrasi penduduk yang lengkap dan mutakhir. Partisipan diminta untuk mengisi kuesioner yang mengukur kesejahteraan relasional dan ketahanan individu mereka.
Untuk memastikan validitas dan reliabilitas data, kami menggunakan analisis faktor konfirmatori (confirmatory factor analysis atau CFA). Analisis ini membantu kami memastikan bahwa kuesioner kami benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur. Setelah data valid dan reliabel, kami menggunakan analisis jalur mediasi (mediated-path analysis) untuk menyelidiki peran faktor-faktor protektif keluarga dan komunitas dalam hubungan antara kesejahteraan relasional dan ketahanan individu.
Temuan Penelitian: Jalan Dua Arah Menuju Ketahanan
Analisis kami mengungkapkan temuan yang menarik. Faktor-faktor protektif keluarga memainkan peran penting dalam hubungan antara dimensi kesejahteraan relasional dan ketahanan individu. Namun, peran faktor-faktor protektif komunitas ternyata lebih kompleks.
Secara umum, faktor protektif keluarga menunjukkan efek positif pada ketahanan individu. Artinya, semakin kuat dukungan dan perhatian keluarga, semakin tinggi ketahanan individu. Sebaliknya, faktor protektif komunitas menunjukkan efek yang lebih beragam. Dalam beberapa kasus, faktor ini menunjukkan efek positif, tetapi dalam kasus lain, efeknya justru negatif. Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Peran Religiositas: Religiositas dapat mengurangi dampak positif dari faktor protektif komunitas. Individu yang sangat religius mungkin lebih fokus pada penyerahan diri kepada Tuhan daripada mengandalkan dukungan komunitas.
2. Efikasi Kolektif: Kepercayaan pada kemampuan kolektif komunitas untuk mengatasi masalah dapat memediasi hubungan antara faktor protektif komunitas dan ketahanan individu.
3. Jenis Dukungan Komunitas: Dukungan yang hanya memberi solusi jangka pendek atau menciptakan ketergantungan dapat menurunkan ketahanan, sedangkan dukungan yang memberdayakan lebih efektif.
Implikasi dan Batasan Penelitian
Temuan kami menegaskan pentingnya dukungan keluarga dan komunitas yang memberdayakan, terutama di daerah rawan bencana. Namun, penelitian ini memiliki keterbatasan:
1. Fokus hanya pada daerah perkotaan.
2. Tidak memerinci jenis aktivitas komunitas.
3. Beberapa koefisien relatif kecil.
4. Menggunakan data cross-sectional sehingga tidak melacak perubahan jangka panjang.
Kesimpulan: Menuju Ketahanan yang Lebih Kuat
Penelitian ini memperlihatkan bahwa dukungan keluarga yang kuat menjadi kunci ketahanan individu, sementara dukungan komunitas harus memberdayakan dan mendorong partisipasi aktif agar efektif. Studi lanjutan diperlukan untuk menjawab keterbatasan yang ada dan menemukan faktor lain yang berperan dalam ketahanan di berbagai konteks.
Penelitian ini unik karena melihat hubungan antara kesejahteraan dan ketahanan melalui lensa hubungan sosial. Kami tidak hanya melihat bagaimana individu mengatasi kesulitan, tetapi juga bagaimana dukungan dari keluarga dan komunitas mereka membantu mereka dalam proses tersebut. Ini berbeda dari banyak penelitian sebelumnya yang lebih fokus pada faktor-faktor individu semata.
Memahami Kesejahteraan Relasional dan Ketahanan Individu
Sebelum kita membahas detail penelitian, mari kita definisikan istilah kunci. Kesejahteraan relasional, seperti yang dikonseptualisasikan oleh White [2010], meliputi tiga dimensi utama:
1. Subjektif: Bagaimana individu menilai diri mereka sendiri, keyakinan mereka (termasuk keagamaan), dan konsep diri mereka.
2. Material: Bagaimana individu menilai keadaan ekonomi mereka, kepuasan terhadap pendapatan, dan akses terhadap sumber daya material.
3. Relasional/Sosial: Bagaimana individu menilai hubungan mereka dengan keluarga, komunitas, dan lingkungan sekitar, termasuk rasa aman dan persaingan.
Ketahanan individu, seperti yang dijelaskan oleh Benard [1999, 2004], adalah kemampuan seseorang untuk mengatasi kesulitan dan beradaptasi dengan tantangan hidup. Ini bukan hanya tentang bertahan, tetapi juga tentang berkembang dan pulih dari kemunduran.
Metode Penelitian: Menjelajahi Hubungan Kompleks
Untuk menyelidiki hubungan antara kesejahteraan relasional dan ketahanan individu, kami melakukan studi di tiga kota di Indonesia yang rentan terhadap banjir: Bima, Manado, dan Pontianak. Kami memilih lokasi-lokasi ini karena pemukiman kumuh di kota-kota tersebut seringkali menghadapi risiko banjir yang tinggi dan akses terbatas terhadap infrastruktur dasar.
Kami menggunakan metode random walk untuk memilih sampel penduduk dewasa (usia 18 tahun ke atas) yang telah tinggal di daerah tersebut minimal lima tahun. Metode ini dipilih karena keterbatasan data registrasi penduduk yang lengkap dan mutakhir. Partisipan diminta untuk mengisi kuesioner yang mengukur kesejahteraan relasional dan ketahanan individu mereka.
Untuk memastikan validitas dan reliabilitas data, kami menggunakan analisis faktor konfirmatori (confirmatory factor analysis atau CFA). Analisis ini membantu kami memastikan bahwa kuesioner kami benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur. Setelah data valid dan reliabel, kami menggunakan analisis jalur mediasi (mediated-path analysis) untuk menyelidiki peran faktor-faktor protektif keluarga dan komunitas dalam hubungan antara kesejahteraan relasional dan ketahanan individu.
Temuan Penelitian: Jalan Dua Arah Menuju Ketahanan
Analisis kami mengungkapkan temuan yang menarik. Faktor-faktor protektif keluarga memainkan peran penting dalam hubungan antara dimensi kesejahteraan relasional dan ketahanan individu. Namun, peran faktor-faktor protektif komunitas ternyata lebih kompleks.
Secara umum, faktor protektif keluarga menunjukkan efek positif pada ketahanan individu. Artinya, semakin kuat dukungan dan perhatian keluarga, semakin tinggi ketahanan individu. Sebaliknya, faktor protektif komunitas menunjukkan efek yang lebih beragam. Dalam beberapa kasus, faktor ini menunjukkan efek positif, tetapi dalam kasus lain, efeknya justru negatif. Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Peran Religiositas: Religiositas dapat mengurangi dampak positif dari faktor protektif komunitas. Individu yang sangat religius mungkin lebih fokus pada penyerahan diri kepada Tuhan daripada mengandalkan dukungan komunitas.
2. Efikasi Kolektif: Kepercayaan pada kemampuan kolektif komunitas untuk mengatasi masalah dapat memediasi hubungan antara faktor protektif komunitas dan ketahanan individu.
3. Jenis Dukungan Komunitas: Dukungan yang hanya memberi solusi jangka pendek atau menciptakan ketergantungan dapat menurunkan ketahanan, sedangkan dukungan yang memberdayakan lebih efektif.
Implikasi dan Batasan Penelitian
Temuan kami menegaskan pentingnya dukungan keluarga dan komunitas yang memberdayakan, terutama di daerah rawan bencana. Namun, penelitian ini memiliki keterbatasan:
1. Fokus hanya pada daerah perkotaan.
2. Tidak memerinci jenis aktivitas komunitas.
3. Beberapa koefisien relatif kecil.
4. Menggunakan data cross-sectional sehingga tidak melacak perubahan jangka panjang.
Kesimpulan: Menuju Ketahanan yang Lebih Kuat
Penelitian ini memperlihatkan bahwa dukungan keluarga yang kuat menjadi kunci ketahanan individu, sementara dukungan komunitas harus memberdayakan dan mendorong partisipasi aktif agar efektif. Studi lanjutan diperlukan untuk menjawab keterbatasan yang ada dan menemukan faktor lain yang berperan dalam ketahanan di berbagai konteks.