More than money

Bagus Tak­win, Edwin De Jong, Tery Setiawan,Christina Stavrou
DOI : https://doi.org/10.1080/07352166.2023.2279593
PDF: Down­load

Halo, pem­ba­ca setia! Kali ini saya akan mem­ba­has sebuah penelit­ian menarik yang kami lakukan ten­tang keta­hanan rumah tang­ga di komu­ni­tas perko­taan rawan ban­jir di Indone­sia. Penelit­ian ini, yang kami pub­likasikan di jur­nal terke­mu­ka, menye­lidi­ki hubun­gan rumit antara persep­si risiko, kese­jahter­aan mate­r­i­al, keterikatan tem­pat, dan keta­hanan rumah tang­ga. Seba­gai penulis uta­ma penelit­ian ini, saya akan men­co­ba men­je­laskan temuan kami den­gan bahasa yang mudah dipa­ha­mi.

Bayangkan sebuah kota di Indone­sia, mungkin Bima, Man­a­do, atau Pon­tianak. Di kota-kota ini, banyak komu­ni­tas yang ting­gal di daer­ah rawan ban­jir. Mere­ka meng­hadapi anca­man ban­jir secara berkala, yang dap­at merusak rumah, har­ta ben­da, dan mata penc­a­har­i­an mere­ka. Bagaimana mere­ka berta­han? Apakah kekayaan materi men­jamin keta­hanan mere­ka? Per­tanyaan-per­tanyaan ini­lah yang men­dorong kami untuk melakukan penelit­ian ini.

Penelit­ian kami berfokus pada tiga kota di Indone­sia: Bima, Man­a­do, dan Pon­tianak. Keti­ga kota ini dip­il­ih kare­na karak­ter­is­tiknya yang sama, yaitu memi­li­ki daer­ah pemuki­man kumuh yang rentan ter­hadap ban­jir. Kami melakukan survei kepa­da 700 respon­den di keti­ga kota terse­but, den­gan mas­ing-mas­ing kota memi­li­ki 200 hing­ga 300 respon­den. Respon­den dip­il­ih secara acak den­gan metode yang terukur, memas­tikan rep­re­sen­tasi yang baik dari pop­u­lasi di daer­ah terse­but.

Sebelum mem­ba­has hasil penelit­ian, pent­ing untuk mema­ha­mi kon­sep-kon­sep kun­ci yang kami gunakan. Per­ta­ma, keta­hanan rumah tang­ga (house­hold resilience) men­gacu pada kemam­puan rumah tang­ga untuk men­gatasi dan pulih dari dampak ben­cana ban­jir. Ini men­cakup kemam­puan mere­ka untuk menga­mankan makanan, pen­da­p­atan, dan melakukan evakuasi yang aman.

Ked­ua, kese­jahter­aan mate­r­i­al (mate­r­i­al well-being) diukur dalam dua aspek: porto­fo­lio kekayaan (wealth port­fo­lio), yang men­cakup aset-aset materi seper­ti rumah, kendaraan, dan tabun­gan; dan kese­jahter­aan mate­r­i­al sub­yek­tif (sub­jec­tive mate­r­i­al well-being, SMWB), yang men­gukur seber­a­pa puas respon­den den­gan kon­disi keuan­gan mere­ka. Perbe­daan ini pent­ing kare­na sese­o­rang mungkin memi­li­ki banyak aset tetapi tidak merasa puas den­gan kon­disi keuan­gan­nya, atau seba­liknya.

Keti­ga, keterikatan tem­pat (place attach­ment) menggam­barkan ikatan emo­sion­al sese­o­rang den­gan tem­pat tinggal­nya. Ini men­cakup rasa iden­ti­tas tem­pat, keter­gan­tun­gan pada tem­pat, ikatan den­gan alam, kelu­ar­ga, dan teman-teman. Semakin kuat keterikatan tem­pat, semakin besar kemu­ngk­i­nan sese­o­rang untuk berta­han di tem­pat terse­but meskipun meng­hadapi risiko.

Ter­akhir, persep­si risiko (risk per­cep­tion) men­gacu pada bagaimana sese­o­rang meman­dang risiko ban­jir di lingkun­gan mere­ka. Semakin ting­gi persep­si risiko, semakin besar kemu­ngk­i­nan sese­o­rang untuk mengam­bil tin­dakan pence­ga­han.

Hasil penelit­ian kami menun­jukkan hubun­gan yang kom­pleks antara vari­abel-vari­abel terse­but. Kami men­e­mukan bah­wa kese­jahter­aan mate­r­i­al sub­yek­tif (SMWB) memi­li­ki hubun­gan posi­tif yang sig­nifikan den­gan keta­hanan rumah tang­ga. Artinya, semakin puas sese­o­rang den­gan kon­disi keuan­gan­nya, semakin ting­gi keta­hanan rumah tang­ganya. Namun, hubun­gan ini tidak berlaku untuk porto­fo­lio kekayaan. Kami men­e­mukan bah­wa jum­lah aset materi tidak secara lang­sung berko­re­lasi den­gan keta­hanan rumah tang­ga. Ini menun­jukkan bah­wa kepuasan ter­hadap kon­disi keuan­gan, bukan sekadar jum­lah aset, lebih berpen­garuh ter­hadap keta­hanan.

Lebih menarik lagi, kami men­e­mukan hubun­gan yang tidak ter­duga antara persep­si risiko, kese­jahter­aan mate­r­i­al sub­yek­tif, keterikatan tem­pat, dan keta­hanan rumah tang­ga. Respon­den den­gan persep­si risiko ting­gi cen­derung memi­li­ki keterikatan tem­pat yang lebih ting­gi, meskipun mere­ka memi­li­ki kese­jahter­aan mate­r­i­al sub­yek­tif yang lebih ren­dah. Ini menun­jukkan bah­wa meskipun kon­disi keuan­gan mere­ka mungkin kurang baik, ikatan emo­sion­al mere­ka den­gan tem­pat ting­gal men­dorong mere­ka untuk tetap berta­han dan meng­hadapi risiko ban­jir.

Anal­i­sis lebih lan­jut menun­jukkan bah­wa keterikatan tem­pat memainkan per­an pent­ing seba­gai medi­a­tor antara kese­jahter­aan mate­r­i­al sub­yek­tif dan keta­hanan rumah tang­ga. Artinya, kese­jahter­aan mate­r­i­al sub­yek­tif memen­garuhi keta­hanan rumah tang­ga melalui keterikatan tem­pat. Semakin puas sese­o­rang den­gan kon­disi keuan­gan­nya, semakin ting­gi keterikatan tem­pat­nya, dan semakin ting­gi keta­hanan rumah tang­ganya. Namun, hubun­gan ini dimod­i­fikasi oleh persep­si risiko. Pada kelom­pok den­gan persep­si risiko ting­gi, hubun­gan antara kese­jahter­aan mate­r­i­al sub­yek­tif dan keta­hanan rumah tang­ga men­ja­di negatif. Ini menun­jukkan bah­wa persep­si risiko dap­at mem­o­d­i­fikasi dampak kese­jahter­aan mate­r­i­al sub­yek­tif ter­hadap keterikatan tem­pat dan, aki­bat­nya, keta­hanan rumah tang­ga.

Temuan ini menan­tang asum­si umum bah­wa kekayaan materi secara otoma­tis men­jamin keta­hanan. Penelit­ian kami menun­jukkan bah­wa fak­tor-fak­tor sub­yek­tif seper­ti kepuasan keuan­gan dan keterikatan tem­pat memainkan per­an yang sama pent­ingnya, bahkan lebih pent­ing dalam beber­a­pa kasus, dalam menen­tukan keta­hanan rumah tang­ga di komu­ni­tas rawan ben­cana. Persep­si risiko juga men­ja­di fak­tor kun­ci yang per­lu diper­tim­bangkan.

Kes­im­pu­lan­nya, penelit­ian ini mem­berikan wawasan baru ten­tang keta­hanan rumah tang­ga di komu­ni­tas perko­taan rawan ban­jir di Indone­sia. Kami men­e­mukan bah­wa kese­jahter­aan mate­r­i­al sub­yek­tif, keterikatan tem­pat, dan persep­si risiko sal­ing berin­ter­ak­si secara kom­pleks dalam menen­tukan keta­hanan rumah tang­ga. Temuan ini memi­li­ki imp­likasi pent­ing bagi upaya pem­ban­gu­nan yang berke­lan­ju­tan dan berfokus pada pen­ingkatan keta­hanan komu­ni­tas di daer­ah rawan ben­cana. Upaya-upaya terse­but harus mem­per­hatikan tidak hanya aspek mate­r­i­al, tetapi juga aspek psikol­o­gis dan sosial, ter­ma­suk ikatan emo­sion­al masyarakat den­gan tem­pat ting­gal mere­ka dan persep­si mere­ka ter­hadap risiko. Penelit­ian lebih lan­jut diper­lukan untuk mema­ha­mi lebih dalam dinami­ka kom­pleks ini dan mengem­bangkan strate­gi inter­ven­si yang lebih efek­tif.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *